Aku Sih Dikira Pintar Karena Sekolah

Status pendidikan anak merupakan hal yang selalu dibanggakan oleh setiap ibu di dunia ini. Betapa tidak, ibu lah yang sudah mendidik anak-anaknya agar mendapat pendidikan terbaik. Agar bisamenjadi orang yang sukses. Agar anak-anaknya bisa menjadi orang pintar. Atau bahkan bisa membuat mereka dikira pintar.

“Anaknya sekolah dimana, bu?”

“Di sekolah *****, bu”

“Waah pinter ya anaknyaa. Itu kan sekolah favorit”

Ohh betapa bangganya ibu mendengar hal itu.

Ukuran pintar tidaknya anak adalah dimana dia bersekolah. Benarkah itu?

Dalam kasusku, ibu selalu memberikan pendidikan terbaik hingga saat ini. Dari jenjang-jenjang pendidikan yang aku alami selama hidup,  aku memasuki beberapa sekolah favorit di Bandung. Membuatku bertitel  ‘pintar’ di mata ibu-ibu lainnya. Tetapi kukira mereka keliru.

Dari kecil hobiku memang membaca. Dilihat dari hobi saja, aku sudah dikira orang cerdas. Padahal hobi membaca tidak menjamin orang jadi pintar. Contohnya adalah ketika aku berumur sekitar 5 atau 7 tahun. Saat itu, aku sedang membaca buku kesukaan sedangkan adikku yang masih bayi tidur di atas ranjang. Ibu menyuruhku untuk menjaga adikku.

“Ibu mau masak dulu di dapur”

Begitulah alasan ibu meninggalkan aku berdua dengan adik di kamar. 10 menit kemudian. Aku masih membaca. Dan adikku sudah berguling-guling di atas kasur. 15 menit kemudian. Aku tetap membaca dan adikku tetap terjatuh ke bawah. Suara keras tubuh bayi yang terjatuh ditambah suara tangisan membuat ibu berlari ke kamar dan menyelamatkan adikku.

“Kamu itu gimana! Kan ibu bilang jagain adikmu!”

“Jangan salahin aku bu! Aku ga ngapa-ngapain kok! Dia jatuh sendiri, itu mah bukan salah aku!”

Ibu ku hanya tepok jidat.

Jawaban yang tidak pintar kan? Sudah kubilang, membaca buku tidak menjamin dirimu jadi pintar. Terkadang dia hanya membuatmu jadi terlihat pintar tanpa melihat sekeliling.

Saat SD, ibu menyekolahkanku di SD swasta. SD ini merupakan SD terbaik yang menjadi langganan keluarga dari jaman kakekku. SD dengan sistem pembelajaran yang cukup strict. Hari ini PR, besok PR lagi, besoknya lagi ulangan, besoknya PR lagi, dst, dst. Buku agenda kuning harus selalu dibawa dan berisi list PR dan tugas yang harus dikerjakan. Buku itu tidak pernah kosong. Hidupku di SD tidak terlalu kuingat selain tugas-tugas itu  dan kekonyolan-kekonyolan anak kecil.  Masa-masa SD berlalu cepat dan tiba-tiba aku sudah diterima di salah satu SMP favorit Bandung. Sampai sekarang aku bahkan  tidak ingat  ada yang namanya UN waktu SD. Yang kuingat saat itu adalah aku harus belajar keras, memberikan yang terbaik, dan mendapat nilai terbaik. Singkatnya aku akhirnya sekolah di SMP favorit.

“Waah pinter ya, anaknya masuk SMP itu”

Padahal nama SMP favorit belum tentu menjamin seseorang menjadi pintar. Saat di SMP, aku bukanlah termasuk orang yang tekun belajar seperti orang pintar pada umumnya. Aku termasuk orang yang suka nongkrong dengagn teman-teman ku. Tempat nongkrong langganan ku berada di salah satu sudut sekolah. “Tempat kebahagiaan”; begitulah kami menamai tempat itu. Berbagai kekonyolan terjadi di tempat kebahagiaan tersebut. Dari mulai sekedar ngobrol-ngobrol dengan tema beraneka ragam, nyanyi-nyanyi ga jelas, ngegosipin orang, hingga jailing orang. Kami berada di tempat itu hampir setiap waktu. Saat istirahat, saat jam kosong, waktu pulang sekolah, bahkan hingga jam 4 sore.  Yang penting kami bahagia.

Oh, hobiku membaca masih berlanjut. Tapi bukanlah membaca buku pelajaran yang membosankan, bukan pula membaca buku wawasan dan ensikopledia. Tetapi membaca komik dengan cerita-cerita fantasi di dalamnya. Komik dan novel adalah makananku sehari-hari waktu SMP. Saking senannya membaca komik, aku sampai dipanggil ke ruang BK karena pernah membaca komik waktu pelajaran matematika. Tidak pintar kan? haha

Tetapi, saat di SMP itulah aku menemukan orang pintar yang sesungguhnya. Bukan hanya orang yang dikira pintar karena berhasil lulus masuk ke sekolah favorit. Bukan juga orang culun berkacamata dan suka diem di pojok perpustakaan. Tetapi orang yang suka belajar. Orang yang suka mempelajari ilmu-ilmu baru. Orang yang sepertinya paham untuk apa dia belajar. Orang-orang itulah yang menempati juara kelas di tiap kelasnya.

Ya, sangat berbeda denganku, yang masuk sekolah hanya untuk menuntaskan kewajiban pada orang tua. Dan di sekolah kerjaannya cuma main. Tapi toh, meskipun aku menghabiskan waktu di sekolah dengan main, aku masih dikra pintar karena berada di sekolah favorit. Aku cukp datang tiap hari, dengerin guru, ngerjain pr sudah cukup dibilang pintar. Mungkin karena itu juga, nilai ku tidak sebagus nilai-nilai waktu SD. Mungkin karena itu pula aku masih ranking 150 sekian dari 300 murid. Mungkin karena itu pula nilai UN tidak membuat ku masuk ke SMA Favorit. Mungkin aku memang bukan orang pintar.

Kebanyakan orang yang masuk SMA favorit saat itu adalah orang yang pintar mencari jawaban UN, bahkan sebelum UN terlaksana. Ya, pada tahun ketiga di SMP aku baru mengenal yang namanya bocoran kunci jawaban UN. Jual beli kunci jawaban UN dilakukan cukup terang-terangan. Aku masih ingat banyak berita mengenai hal ini di televisi. Banyak orang yang ketahuan membeli kunci jawaban UN demi masuk ke SMA favorit. Mungkin mereka sangat ingin dikira pintar. Kalau aku? Aku memutuskan untuk tidak mengandalkan bocoran soal. Aku bertekad untuk menggunakan kekuatan ku sendiri untuk masuk ke jenjang berikutnya. Mungkin aku ingin tahu, apakah aku benar-benar pintar atau hanya dikir pintar.

Sialnya, bocoran soal yang dibeli oleh orang-orang adalah bocoran soal yang ampuh dan bukan hoax. Aku sendiri tidak tahu siapa saja yang membeli kunci ini di sekolah. Tetapi aku bisa melihat keanehannya ketika diperlihatkan nilai-nilai yang terpajang di pengumuman. Orang-orang yang kutahu benar-benar pintar, berada di ranking 100an dari 300 besar. Aku, yang dikira pintar, berada di ranking 150an dari 300 besar. Dan mereka, yang dikira pintar, dan nyatanya pintar mencari jawaban UN berada di ranking 50 besar.

Dampaknya? Orang-orang yang beneran pintar tersebar di SMA-SMA lain di Bandung. Dan aku masuk ke SMA kluster 2. Saat masuk kesana, nilai UN ku saat itu berada di peringkat 7 terbawah. Mungkin aku memang tidak pintar. Tetapi aku tidak menyesal. Yang aku kasihani adalah mereka yang masuk SMA favorit bukan karena perjuangan mereka. Mereka yang masuk SMA favorit demi mengejar nama sekolah. Mereka yang dikira pintar karena masuk SMA Favorit. Entah itu nilai UN dari mana, asal kamu masuk SMA favorit, kamu akan dikira pintar.

Masa-masa SMA pun kulalui dengan penuh suka duka keringat air mata. Banyak drama sekolah yang terjadi saat SMA. Dan, seperti kebanyakan orang lain, banyak kekonyolan yang terjadi saat SMA. Hidup kekonyolan-kekonyolan masa SMA!

Dan masa-masa SMA berlalu dengan berbagai kenangan. Di tahun ketiga, datang kembali ujian terbesar semua anak SMA. Ujian yang menguji semua hal yang mereka pelajari di SMA. Dan sama seperti saat SMP, jual beli kunci jawaban sudah menjadi hal wajar sekarang. Bahkan cukup terang-terangan. Seperti 3 tahun lalu, aku memutuskan untuk berjuang dengan kemampuan sendiri. Dan akhirnya lulus dengan nilai pas-pas an.

Tetapi ada satu ujian lagi. Ujian paling jujur. Tidak ada ‘jalan pintas’ untuk lulus dalam ujian yang satu ini. Ujian yang bisa menentukan jenjang sekolah berikutnya. Yaitu ujian masuk PTN atau nama gaulnya SBMPTN. Teman-temanku yang dulu pintar beneran, yang terlempar ke berbagai SMA, bisa lulus ujian ini dengan cukup memuaskan. Tidak sedikit yang masuk universitas bagus melalui ujian ini. Memang benar, mereka bukan lah orang-orang yang dikira pintar karena sekolah. Dimanapun mereka sekolah, mereka menjadi orang pintar dengan caranya sendiri.

Sedangkan aku? Walaupun kini cukup berhasil masuk sekolah-sekolah favorit, walaupun kini aku hampir lulus dari (yang katanya) salah satu universitas terbaik bangas, aku mulai bingung. Bagaimana carany aku memanfaatkan ilmu yang aku dapatkan. Semua jenjang yang kucapai, Semua status sekolah favorit yang kucapai, akan sia-sia jika aku tidak bisa memanfaatkan ilmu. Biar dikata orang pintar atau bodoh. Di suatu waktu akan datang saat pembuktian dari ilmu-ilmu itu. Ketika ilmu itu diamalkan, ga ada lagi orang yang penasaran apakah kamu dari sekolah favorit atau tidak.

Wallahu’alam

#1minggu1cerita

1mg1cerita

One thought on “Aku Sih Dikira Pintar Karena Sekolah

  1. Ini memang kenyataan dan agak ngeri. Makin kesini, makin mudah buat curang.
    Jujur saya kepikiran takut beberapa tahun ke depan kalau isinya professional karbitan ngeri amat 😦

Leave a comment